Selasa, 22 Januari 2013

Epistemologi Immanuel Kant



Epistemologi Immanuel Kant

Secara etimologis, epistemology berasal dari bahasa Yunani,yaitu episteme yang artinya pengetahuan dan logos yang biasa dipakai untuk menunjukan pengetahuan yang sistematik (Imam, 2007 : 1). Jadi epistemology dapat diartikan sebagai pengetahuan yang sistematik tentang pengetahuan.Epistemologi atau filsafat pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. (Hardono, 1994 : 5)

Epistemologi menjangkau permasalahan yang membentang seluas jangkauan metafisika sendiri, sehingga tidak ada sesuatupun yang boleh disingkirkan darinya.Epistemologi membahas seputar hakikat pengetahuan.Filsafat pengetahuan ini juga sering disebut sebagai logika material yang mempelajari hal pengetahuan, kebenaran dan kepastian (Imam, 2007 : 3)

A.    BIOGRAFI IMMANUEL KANT

Immanuel Kant lahir di Königsberg di Prusia  (sekarang Kaliningrad di Rusia) tahun 1724. Ia belajar kurang-lebih semua mata pelajaran, dan menjadi dosen untuk ilmu pasti, ilmu alam, hukum, teologi, filsafat, dan masih banyak bidang lain. Hidup Kant sangat teratur, setiap hari mempunyai acara yang sama. Dia tidak pernah keluar dari kota kelahirannya, dan walaupun kant sangat lemah dan kecil, produktivitasnya sangat besar. Kant memulai suatu  “filsafat kritis” yang dimana dipersatukannya antara rasionalisme danempirisme dalam satu sintesis. (Hamersma,1983:26&27).

Kant menjadi guru besar dalam ilmu logika dan metafisika di Königsberg.Hidupnya terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pra-kritis dan tahap kritis, dengan kira-kira tahun 1770 sebagai garis perbatasannya, yaitu ketika ia menerima jabatan guru besar.  Sejak itu ia menyodorkan filsafatnya kepada dunia dengan penuh kepasti memiliki pengertian tentang hakekatnya sendiri, luasdan batas kemampuannya. Filsafat yang bersifat dogmatis menerima kebenaran-kebenaran asasi agama dan dasar ilmu pengetahuan begitu saja, tanpa mempertanggungjawabkannya secara kritis.Dogmatisme menganggap penggenalan objektif sebagai hal yang sudah dengan sendirinya.Sikap demikian, menurut Kant, adalah salah.orang harus bertanya: “Bagaimana pengenalan objektif itu mungkin?” oleh karena itu penting sekalimenjawab pertanyaan yang mengenai syarat-syarat kemungkinan adanya pengenalan dan batas-batas pengenalan itu. (Hadiwijono,1980:64).

Filsafat Kant kemudian menjadi titik pangkal bagi suatu periode baru yang disebut dengan “Idealisme”. Kant yang tidak pernah keluar dari kota kelahirannya itu ternyata mampu mempengaruhi dunia, khusus nya dunia filsafat. Produktivitasnya sangat besar, hingga akhir hayat menjemput Kant di tahun 1804.

--

Sumber Pengetahuan Menurut Immanuel Kant

      Epistemologi atau teori pengetahuan berhubungan dengan hakikat ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia yang diperoleh melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

    Kant menganggap kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut menentukan konsepsi. Apa yang kita lihat dianggap sebagai fenomena dalam ruang dan waktu yang disebut bentuk intuisi, mendahului setiap pengalaman. Untuk pengenalan, Kant berargumen bahwa obyek mengarahkan diri ke subyek. Tidak seperti filsuf sebelumnya yang mencoba mengerti pengenalan dengan mengandaikan bahwa subyek mengarahkan diri ke obyek.

    Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak yakni bagian penerimaan kesan-kesan inderawi (sensibility) dan bagian pemahaman  yang membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan inderawi yang diperoleh melalui fakultas pertama.

Kedua bagian  saling membutuhkan dalam rangka mencapai suatu pengetahuan. bagian penerimaan bertugas menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan a apriori intuisi ruang dan waktu. bagian pemahaman bertugas memasak yaitu menyatukan dan mensintesakan pengalaman-pengalaman yang telah diterima dan ditata oleh fakultas penerima selanjutnya diputuskan.

Dalam bekerja, bagian pemahaman memiliki sarana yang disebut kategori terdiri dari 12 item menjadi syarat apriori.  Kedua belas kategori ini adalah  kuantitas (universal, particular, singular), kualitas (affirmative, negative, infinitive), relasi (categorical, hypothetical, disjunctive) dan modalitas (problematical, assertorical, apotidical).

Menurut Kant meskipun seluruh ide dan konsep manusia bersifat apriori sehingga ada kebenaran apriori, namun ide dan konsep hanya dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman. Tanpa pengalaman, seluruh ide dan konsep serta kebenaran tidak akan pernah bisa diaplikasikan. Akal budi manusia hanya bisa berfungsi bila dihubungkan dengan pengalaman. Oleh karena itu akal budi dan pengalaman inderawi, tidak dapat dianggap sebagai dasar menyatakan keberadaan Tuhan. Bagi Kant, eksistensi Tuhan diperlukan sebagai postulat bagi kehidupan moralitas. Pembahasan epistemologi Kant dikaitkan dengan dua karyanya Kritik atas Rasio Murni dan Kritik Rasio Praktis.

      Dalam “Kritik atas Rasio Murni”  Kant menjelaskan bahwa ciri pengetahuan  bersifat umum, mutlak, dan memberi pengertian baru. Untuk  itu ia terlebih dahulu membedakan adanya tiga macam pengetahuan atau keputusan yakni pertama,keputusan analitis apriori yang menempatkan predikat tidak menambah sesuatu yang baru pada subjek, karena sudah termuat di dalamnya (misalnya, setiap benda menempati ruang).

Kedua, keputusan sintesis aposteriori dengan predikat dihubungkan subjek berdasarkan pengalaman inderawi, karena dinyatakan setelah mempunyai pengalaman dengan aneka ragam meja yang pernah diketahui.Misalnya meja itu bagus.

Ketiga, keputusan apriori menggunakan sumber pengetahuan yang bersifat sintesis tetapi bersifat apriori juga. Misalnya keputusan “segala kejadian mempunyai sebabnya”. Ilmu eksakta, mekanika, dan ilmu pengetahuan alam disusun  atas putusan sintesis bersifat apriori. Kant menyebut keputusan jenis ketiga sebagai syarat dasar sebuah pengetahuan (ilmiah) dipenuhi yakni bersifat umum dan mutlak serta memberi pengetahuan baru.

Pengetahuan merupakan sintesa dari unsur-unsur yang ada sebelum pengalaman yakni unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur yang ada setelah pengalaman yaitu unsur-unsur aposteriori. Proses sintesis ini terjadi dalam tiga tahap.Pertama, pencerapan inderawi (sinneswahrnehmung). Kedua, akal budi (verstand). Ketiga, intelektual atau rasio (versnunft). Pencerapan inderawi masuk dalam estetika transendental, akal budi ada pada bagian analitikal transendental, rasio masuk dalam dialektika transendental.

Dalam dialektika transendental Kant menyebut tiga ide rasio murni atau idea transendental yakni idea psikis (jiwa), idea kosmologis (dunia), dan idea teologis (Tuhan). Ide jiwa menyatakan dan mendasari segala gejala batiniah (psikis), ide dunia menyatakan gejala jasmani, dan ide Tuhan mendasari semua gejala, baik yang bersifat jasmani maupun rohani (psikis) (Kant, 1990).

Meskipun ketiga ide di atas mengatur argumentasi tentang pengalaman, tetapi ketiga ide itu tidak termasuk pengalaman karena ke-12 kategori tidak dapat diberlakukan pada ide transendental ini disebabkan ketiganya bukan obyek pengalaman.

Pengalaman hanya terjadi dalam fenomena, padahal ketiga ide itu berada di dunia nomena, yang tidak tampak. Ide tentang jiwa, dunia, dan Tuhan bukan pengertian tentang kenyataan inderawi, bukan benda pada dirinya sendiri (das ding an sich).Ketiganya merupakan postulat epistemologi yang berada di luar teoritis empiris.

--

KebenaranPengetahuanMenurut Kant:

Teori Kebenaran Pengetahuan yang dianut oleh Kant ialah Koherensi, yaitu kebenaran tidak ditemukan dalam kesesuaian antara proposisi dengan kenyataan, melainkan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada. Maka suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis dianggap benar jika proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar. Pengertian lainnya suatu proposisi bernilai benar bila proposisi itu bersesuaian dengan ide-ide atau gagasan dari proposisi terdahulu yang bernilai benar dalam suatu sistem pemikiran yang saling berhubungan secara logik-sistematik. Misalnya: (1) Semua manusia pasti mati; (2) Sokrates adalah manusia; (3) Sokrates pasti mati. Kebenaran (3) hanya merupakan implikasi logis dari sistem pemikiran yang ada, yaitu (1) Semua manusia pasti mati, dan (2) Sokrates adalah manusia.Dalam arti ini, kebenaran (3) sesungguhnya sudah terkandung dalam kebenaran (1).Oleh karena itu, kebenaran (3) tidak ditentukan oleh apakah dalam kenyataannya Sokrates mati atau tidak.

Dari uraian di atas bisa dilihat dengan jelas bahwa, pertama, teori kebenaran sebagai keteguhan lebih menekankan kebenaran rasional-logis dan juga cara kerja deduktif. Dalam hal ini berarti, pengetahuan yang benar hanya dideduksikan atau diturunkan sebagai konsekwensi logis dari pernyataan-pernyataan lain yang sudah ada, dan yang sudah dianggap benar. Konsekwensinya, kebenaran suatu pernyataan atau pengetahuan sudah diandaikan secara a priori tanpa perlu dicek dengan kenyataan yang ada.

Kendati tidak bisa dibantah bahwa teori kebenaran koherensi ini penting,  dalam kenyataan perlu digabungkan dengan teori kebenaran korespondensi dengan realitas. Dalam situasi tertentu kita tidak selalu perlu mencek apakah suatu pernyataan adalah benar, dengan merujuknya pada realitas. Kita cukup mengandaikannya sebagai benar secara a priori, tetapi, dalam situasi lainnya, kita tetap perlu merujuk pada realitas untuk bisa menguji kebenaran pernyataan tersebut.

Sebagai perbandingan, kita dapat membuat perbedaan antara kebenaran empiris dan kebenaran logis sebagai berikut:

Kebenaran Empiris:

1) mementingkan objek

2) menghargai cara kerja induktif dan a posteriori

3) lebih mengutamakan pengamatan indera.

Kebenaran Logis:

1) mementingkan subjek

2) menghargai cara kerja deduktif dan a priori

3) lebih mengutamakan penalaran akalbudi.

Namun meskipun tergolong dalam penganut teori Koherensi, pentingnya kedua kebenaran ini sangat ditekankan oleh Immanuel kant. Bagi Kant, baik akalbudi maupun panca indera mempunyai peran penting untuk melahirkan pengetahuan manusia. Karena syarat mutlak bagi adanya pengetahuan adalah kebenaran, Kant pun sangat menekankan baik kebenaran logis yang diperoleh melalui penalaran akalbudi, maupun kebenaran empiris yang diperoleh dengan bantuan panca indera yang menyodorkan data-data tertentu. Pentingnya kedua kebenaran ini secara saling menunjang terutama agar kita tidak terjebak pada silogisme dan retorika kosong.

--

Kelebihan pemikiran Kant dalam epistemology ialah menggabungkan antar empirisme dan rasionalisme. Menurut Kant meskipun seluruh ide dan konsep manusia bersifat a priori sehingga ada kebenaran a priori, namun ide dan konsep hanya dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman. Pengetahuan merupakan sintesa dari unsur-unsur yang ada sebelum pengalaman yakni unsur-unsur a priori dengan unsur-unsur yang ada setelah pengalaman yaitu unsur-unsur a posteriori. Tanpa pengalaman, seluruh ide dan konsep serta kebenaran tidak akan pernah bisa diaplikasikan. Akal budi manusia hanya bisa berfungsi bila dihubungkan dengan pengalaman.

Kant setuju dengan rasionalisme bahwa pengetahuan semacam itu ada pada fisika dan matematika.Ia setuju dengan empirisme bahwa pengetahuan yang ideal adalah pengetahuan tentang fenomena, pengetahuan yang muncul di depan indera kita dan bukannya pengetahuan tentang hakikat. Dengan demikian suatu metafisika rasional (kosmologi, teologi, psikologi) adalah tidak mungkin. ( Mudhofir, 2001 : 274)

Selain menggabungkan empirisme dan rasionalisme, Kant juga memisahkan antara pengenalan murni dan yang tidak murni, yang tidak ada kepastiannya. Filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan rasio secara objektif dan menentukan batas-batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan. (Hadiwijono, 1980 : 64)

-Mudhofir, Ali; 2001, KamusFilsuf Barat: PustakaPelajar, Yogyakarta.-

-Hadiwijono,Harun; 1980, Sari SejarahFilsafat Barat 2: Kanisius, Yogyakarta.-

M.Ikhsan Alkhariri (11/313693/FI/03571)

Rabu, 09 Januari 2013

Masyarakat Bali

  (tentang Nilai-Nilai Keagamaan dan Tantangan Jaman)


Didalam kehidupan masyarakat Bali terdapat beberapa kearifan lokal yang telah dijadikan pedoman oleh masyarakat sejak dahulu dalam menjaga keharmonisannya menghadapi tantangan hidup,yaitu hubungan harmonis manusia dengan Tuhannya (Parahyangan), hubungan harmonis antara sesamamanusia (pawongan), dan hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya (palemahan). Ketiga kearifan lokal diatas dapat dicoba dipahami dan dimengerti untuk kemudian bisa diterapkan dengan baik, niscaya kerukunan dapat teratur dan semangat multikulturalisme dalam masyarakat heterogen seperti di Bali ini akan dapat terealisasi dengan baik pula, hidup damai pun seolah menjadi satu dengan masyarakat Bali.
Tantangan masyarakat bali saat ini tidak hanya dalam segi kehidupan yang multikultural, melainkan dengan pendidikan masyarakat Bali yang memperindah kebudayaan masyarakat tapi juga terkandang juga membuat benturan antara rasionalitas dengan kebudayaan masyarakat yang dirasa sangat merugikan dan disayangkan terjadi. Fluktuasi perekonomian di Bali sangat menentukan gaya hidup masyarakat bali. Perekonomian yang belum merata tidak jarang menimbulkan kesenjangan sosial, dan pandangan masyarakat bali akan materi sangat diagung-agungkan seperti yang dibicarakan rektor IHDN lalu. Masyarakat Bali yang pragmatis banyak digambarkan dengan cerita Rektor IHDN bahwasanya anak muda bali sekarang ini banyak yang pergi keluar negri untuk mencari pipis (uang dalam bahasa Bali) hal ini memungkinkan hilangnya  nilai kolektivitas dan inovasi-inovasi  terbaru dari masyarakat Bali dan pemudanya terutama.
Diskriminasi dan merasa paling unggul diantara umat beragama lainnya, hal ini mungkin boleh-boleh saja, tapi alangkah bijaknya jika masyarakat Bali juga melihat dunia luar agar tidak terkungkung dan pengetahuan yang itu-itu saja tentang masyarakat diluar Bali, Adat dan Agama di Bali sangat erat kaitannya seolah tak bisa dipisahkan mungkin inilah kelebihan daripada masyarakat Bali mempertahankan kejayaanya sebagai penganut Hindu ditengah modernitas jaman.
Ada suatu selogan yang mungkin suatu kearifan lokal yang penulis dapat ketika berbincang denagn masyarakat bali ‘sagalak sagilik saguluk salunglung sabayantaka’ yang artinya kurang lebih dengan semangat tekad bulat menghadapi kondisi baik atau buruk,  dan juga ‘menyama braya’ yang artinya memandang setiap seperti saudara, dua selogan masyarakat Bali ini saja sudah menunjukkan bahwasanya masyarkat Bali senang akan kerukunan dan kedamaian, suatu selogan yang juga menjadi pengingat masyarakat jika terjadi konflik suku maupun agama di Bali.
Nilai-Nilai keagamaan dalam masyarakat Bali benar-benar terrenungi dalam setiap bhakti masyarakat di kehidupannya, adat menjadi pengikat masyarakat akan nilai-nilai atau norma-norma yang dianut masyarakat Bali, tidak salah jika muncul anggapan bukan Bali jika tidak Hindu, ini mencerminkan betapa kuat pondasi iman yang dibangun masyarakat terhadap perkembangan globalisasi dan terpaan modernitas dunia barat yang hampir menyeluruh di kawasan-kawasan pariwisata Bali.
Jika kembali ke awal akan pemahaman masyarakat Bali tentang nilai-nilai keagamaan dan tantangannya ditengah dinamika jaman, maka terjawab oleh keidupan masyarakat  Bali yang religius ditengah ruang yang  juga bersanding dengan lawan dari Nilai kemasyarakatan yang tenang, yakni keheterogenan umat beragama, westernisasi yang terlihat glamour dan sangat tidak mencerminkan budaya masyarakat Bali.
Dalam perkembangannya saat ini tidak sedikit juga masyarakat Bali yang keluar daerah, untuk menimba Ilmu, berproses lebih jauh dalam sosial kemasyrakatan, banyak juga catatan untuk masyarakat Bali yang harus diperhatikan, mengenai kepragmatisan masyrakat yang dirasa sdikit demi sedikit ,lama kelamaan akan menyisihkan kebudayaan setempat, dan juga toleransi antar umat beragama seperti selogan menyama braya harus benar-benar diterapkan agar Bali menjadi Kota pariwisata kondusif dan juga toleran.


M.ikhsan Alkhariri
11/313693/fi/03571

Jumat, 11 Mei 2012

Upacara Pernikahan Adat Jawa di Tinjau dari Sudut Pandang Etika dan Relevansinya terhadap gaya hidup remaja





Disusun oleh :

M.Ikhsan Alkhariri                (11/313693/FI/03571)

Mata Kuliah : Filsafat Indonesia Pra-Modern
Dosen : Dr. Sri Soeprapto

Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2012
BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah multikultural, yang memiliki bentangan wilayah sangat luas. Sehingga memiliki banyak sekali suku- suku bangsa yang mempunyai ciri khas masing-masing dan juga memunculkan kebudayaan- kebudayaan yuang menjadikan ikon suku-suku tersebut. Di dalam keberagaman suku-suku bangsa yang ada di Indonesia suku Jawa merupakan suku terbesar dan juga sebagai suku yang mendominasi di lingkup pendidikan, politik, maupun perekonomian. Sentra dari pemerintahan juga berada di pulau Jawa.
Daratan pulau-pulau Indonesia khususnya pulau Jawa di lewati rangkaian pegunungan non berapi dan juga pegunungan berapi. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kandungan mineral dalam perut buminya. Letak geografis dan kontur masing-masing daerah berbeda-beda sehingga menimbulkan pribadi masyarakat yang berbeda-beda dalam masyarakat Jawa.(ayatrohaedi,1985)
Perbedaan dan persamaan antar kondisi wilayah di Jawa merupakan kenyataan yan tidak dapat dipungkiri, keanekaragaman ini menjadi kekayaan bagi bangsa Indonesia.
Dewasa ini, pengenalan perbedaan dan persamaan budaya masyrakat suku bangsa akan menjadi penting dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Sikap menghargai dan menghormati perbedaan serta memajukan persamaan antar budaya suku bangsa perlu ditumbuh kembangkan di kalangan generasi penerus bangsa Indonesia pada umumnya, generasi penerus bangsa di Jawa khususnya.
Kebudayaan jawa yang terkenal banyak dan berneka ragam ini, seperti kesenian-kesenian rakyat, tradisi-tradisi yang dianut masyarakat Jawa yang sangat tradisional patut untuk di kaji dan ditelusuri lebih mendalam kandungan nilai-nilai etis yang terkandung dalamnya, salah satunya yang bisa di kaji ialah pernikahan adat, khususnya Upacara Pernikahan Adat Jawa .
Pernikahan adat sebagai awal dari perkembangan manusia yang hidup dalam koloni adat. Upacara Pernikahan Adat Jawa  merupakan langkah awal pembentukan cirri khas karakter manusia Jawa. Upacara Pernikahan Adat Jawa   juga merupakan proses pelestarian budaya yang di jaga nilai-nilai budiluhurnya.
Upacara Pernikahan Adat Jawa  yang dijadikan objek material dan dapat di kaji dengan etika sebagai objek formal. Upacara Pernikahan Adat Jawa  dengan sudut pandang fisafat nilai atau etika karena Upacara Pernikahan Adat Jawa  memiliki latar belakang filsafati yang jika di dipadu padankan antara objek material dan formal akan menghasilkan nilai-nilai yang nanti dapat ditarik relevansinya dalam kehidupan saat ini, terutama pergaulan remaja yang hedonis, yang telah lupa akan tanggung jawab moral sebagai pribadi timur yang menjunjung nilai-nilai moril.
Keadaan remaja Indonesia saat ini seakan telah meninggalkan pribadi ketimuran yang diembannya. Westernisasi sepertinya telah menjadi trend dan budaya baru remaja saat ini. K-pop modiste yakni model, gaya, atau trend ala boyband korea juga, saat ini di pandang remaja sebagai hal yang patut diikuti perkembangannya. Sedangkan kebudayaan pribadinya seakan sudah tergerus akan budaya asing yang silih berganti menyusuri trend-trend remaja saat ini. Nilai-nilai yang terkandung dalam Upacara Pernikahan Adat Jawa  ini di harapkan mampu memberikan sumbangsih pada pribadi remaja Indonesia. Terutama dalam pengaruh free mode dan juga gaya hidup remaja.
Salah satu cara yang dipakai untuk melambangkan bersatunya dua insan yang berlainan jenis dan sah menurut agama dan hukum adalah pernikahan(hadikusuman .1977). Masing-masing daerah mempunyai tata upacara pernikahannya sendiri-sendiri. Dalam bahasan ini, penulis akan mencoba mendeskripsikan tata upacara pernikahan adat Jawa ditinjau dari sudut pandang etika.
  1. Tujuan Penulisan
è Upaya dskriptif mengenai upacara Upacara Pernikahan Adat Jawa  yang berkembang di lingkup masyarakat Jawa pada umumnya, dari mendeskripsikan pengertian, bentuk kegiatan Upacara Pernikahan Adat Jawa dan juga Tujuan dari adanya Upacara ini. Sehingga menimbulkan pemahaman atau pengetahuan baru tentang tradisi Upacara Adat Pernikahan khas masyarakat Jawa.
è Upaya deskriptif mengenai Etika sebagai objek formal yang digunakan untuk mengkaji Upacara Pernikahan Adat Jawa, dengan mengetahui deskripsi etika/etika sehingga latar belakang filsafati dari Upacara tersebut dapat di tinjau dari sudut pandang etika.
è Upaya analistis dan pengkajian nilai-nilai etis yang terkandung dalam Upacara Pernikahan Adat Jawa ini melalui sudut pandang etika.
è Upaya refleksi antara nilai-nilai etis yang terkandung dalam Upacara Pernikahan Adat Jawa terhadap permasalahan aktual seperti free mode remaja saat ini dan kahidupan hedonis yang menyeret jauh dari pribadi sebagai bangsa timur yang menjunjung nilai-nilai moril. Dengan upaya ini maka akan di temukan relevansi antara nilai-nilai yang terkandung dalam Upacara Pernikahan  Adat Jawa dan gaya hidup remaja.

BAB II
Upacara Pernikahan Adat Jawa
  1. Pengertian Upacara Pernikahan Adat Jawa
Hubungan cinta kasih wanita dengan pria, setelah melalui proses dan pertimbangan , biasanya dimantapkan dalam sebuah tali perkawinan, hubungan dan hidup bersama secara  resmi  selaku suami istri dari segi hukum, agama dan adat.(Sumarsono.2007)

            Di Jawa seperti juga ditempat  lain, pada prinsipnya perkawinan terjadi karena  keputusan dua insan yang saling jatuh cinta.Itu merupakan hal yang prinsip. Meski ada juga perkawinan yang terjadi karena dijodohkan orang tua yang terjadi dimasa lalu.Sementara orang-orang tua zaman dulu berkilah melalui pepatah : Witing tresno jalaran soko kulino, artinya : Cinta tumbuh karena terbiasa.

            Di Jawa dimana kehidupan kekeluargaan masih kuat, sebuah perkawinan tentu akan mempertemukan dua buah keluarga besar. Oleh karena itu, sesuai kebiasaan yang berlaku, kedua insan yang berkasihan  akan memberitahu keluarga masing-masing bahwa mereka telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan suami/istrinya.(Wikipedia.org)
Pernikahan adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk menghalalkan semua perbuatan yang berhubungan dengan kehidupan suami-istri guna membentuk suatu keluarga dan meneruskan garis keturunan. Guna melakukan prosesi pernikahan(Sumarsono, 2007), orang Jawa selalu mencari hari baik, maka perlu dimintakan pertimbangan dari ahli penghitungan hari baik berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah ditemukan hari “baik”, maka sebulan sebelum akad nikah, secara fisik calon pengantin perempuan disiapkan untuk menjalani hidup pernikahan, dengan cara diurut perutnya dan diberi jamu oleh ahlinya. Hal ini dikenal dengan istilah diulik, yaitu pengurutan perut untuk menempatkan rahim dalam posisi yang tepat agar dalam persetubuhan pertama memperoleh keturunan, dan minum jamu Jawa agar tubuh ideal dan singset.(jagadkejawen.com)
Tahapan- tahapan dalam upacara ini sangatlah banyak sekali tapi makalah ini akan mencoba mendiskripsikan secara singkat susunan acara dalam Upacara Pernikahan adat Jawa
.Hiasan adat jawa gaya yogyakarta yang berkembang di kalangan masyarakat hingga saat ini bersumber dari tata upacara pernikahan yang dilaksanakan di keraton yogyakarta(jagakejawen.com). berikut  rangkuman rangkaian upacara pernikahan adat jawa gaya yogyakarta yang lazim dilakukan masyarakat luas sekarang ini:

1.Nontoni, Lamaran, Peningsetan merupakan tahap awal dari seluruh tata upacara pernikahan, setelah proses Nontoni dan lamaran, dilakukan peningsetan yang berarti kedua pihak bersepakat menjadi besan atau calon menantu.
2.Tarub dan Bleketepe
Hiasan dari janur kuning yang ditempelkan pada pintu gerbang dan biasanya dipasang bersamaan Siraman.
3.Siraman
Siraman mengandung arti memandikan calon pengantin agar suci lahir batin, dan dilakukan sehari sebelum hari pernikahan oleh para pinisepuh dan orang yang dituakan.

4.Ngerik
Merupakan awal dari proses mendandani calon pengantin wanita. Ngerik berarti menghilangkan bulu-bulu halus disekitar dahi agar wajah tampak bersih dan bercahaya.

5.Midodareni
Berasal dari kata Widodari yang berarti bidadari dari surga, upacara ini dilakukan malam sebelum pernikahan. Prosesi Midodareni kini dilaksanakan dengan menggabungkan beberapa acara yakni jonggolan/nyantri, tantingan, srah-srahan/paningset dan majemukan.
6.UpacaraPernikahanAgama
            Upacara pernikahan agama dilakukan menurut aturan agama yang dianut kedua calonmempelai.

7.Upacara Panggih
Merupakan upacara pertemuan sepasang pengantin yang telah resmi sebagai suami-isteri secara agama untuk bersanding di pelaminan. Rangkaian acara panggih adalah : 1.Penyerahan Tebusan Pisang Sanggan, 2.Kepyok (menyentuhkan) Kembar Mayang, 3.Melempar Gantal (balang-balangan suruh), 4.Wijikan dan Memecah telur, 5.Kacar-kucur atau Tampa Kaya, 6.Dhahar Klimah, (sumarsono .2007)

  1. Makna
Secara kodrati, manusia diciptakan berpasang-pasangan (Q.S. Ar-Ruum : 21) dengan diharapkan mampu hidup berdampingan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Dari sini tampak bahwa sampai kapan pun, manusia tidak mampu hidup seorang diri, tanpa bantuan dan kehadiran orang lain.(jagadkejawen.com)

BAB III
ETIKA SEBAGAI OBJEK FORMAL
A.    Definisi Etika
Etika diartikan sebagai filsafat moral. Etika juga merupakan upaya untuk mensistematisasikan pengetahuan tentang hakikat moralitas dan apa yang dituntut dari kita(Rachels james, 2004, 17). Etika merupakan suatu cabang filsafat dari Aksiologi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Tahun 1988, terdapat tiga arti yang berbeda, yaitu
1.      Etika berarti : kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik. Misalnya, “Etika Pecinta Alam( kode etik Pecinta Alam)
2.      Kata Etika dapat dipakai dalam arti : nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, “etika agama Budha”, “etika Protestan”, “etika suku-suku Indian”. Secara singkat, arti ini dapat dirumuskan sebagai sistem nilai.
.
3.      Etika mempunyai arti : ilmu tentang yang baik dan buruk. Etika baru menjadi ilmu, apabila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika sebagai ilmu dapat membantu juga untuk menyusun kode etik. Etika dalam arti ini sering disebut Filsafat moral.
Ada perbedaan yang sangat penting antara etika dan etiket, yaitu :

Etika sebagai Ilmu tentang Moralitas
Ada pelbagai cara untuk mempelajari moralitas atau pelbagai pendekatan ilmiah tentang tingkah laku moral. Pembagian pendekatan atas tiga pendekatan, yaitu:
a.       Etika Deskriptif
b.      Etika Normatif
c.       Metaetika
B.     Dasar Moral Masyarakat Jawa
1.      Tolong Menolong
2.      Isolasi
3.      Norma-norma kekeluargaan dalam pengalaman sehari-hari
4.      Kepemimpinan

BAB IV
Upacara Pernikahan Adat Jawa dan Relevansinya Terhadap  Gaya Hidup Remaja Saat ini

Di era modernisasi ini,banyak terjadi penyimpangan nilai-nilai etis atau moril. Penyimpangan nilai moril dapat dilihat dari cara berbusana generasi pemuda-pemudi saat ini. Westernisasi  lebih dianggap pantas atau gaul dari pada kebaya atau batik yang menjadi ikon masyarakat jawa atau Indonesia pada umumnya.
Selain itu generasi muda saat ini lebih suka melestarikan budaya asing seperti valentine dari pada melestarikan budaya sendiri seperti upacara adat atau sejenisnya.
Penyimpangan juga terjadi dalam segi nilai etis generasi muda, terhadap generasi tua. Orang tua yang jika zaman tetua kita dulu dipandang sebagai orang yang sangat berwibawa dan sangat patut di hormati. Kini  orang tua dianggap seperti kawan. Seperti  budaya sungkem pada orang tua yang dulu dianggap sebagai keharusan, karena sebagai anak yang membutuhkan ridlo dari orang tua, tapi saat ini sungkem diartikan sebagai cara untuk mengambil uang jajan sekolah pada orang tua.
Penyimpangan moral yang sangat memprihatinkan yakni  budaya westernisasi yang tidak seharusnya diterapkan di Indonesia sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai ketimuran. Freesexx, freedom, freestyle, yang dianggap jauh keluar dari koridor adat ketimuran. Pemaknaan terhadap arti kebebasan yang disalah artikan para generasi muda sehingga menjerumuskan mereka pada masa depan yang kelam. Hamil tanpa ayah dialami banyak dialami para remaja dari pelajar SMU maupun MAHASISWA kenyataan yang sungguh ironi.(Wikipedia.org)
Nilai ajaran Etika yang bisa diambil dari Upacara Pernikahan Adat Jawa  yakni sebagai berikut;
Etika Dalam berbusana seperti yang diajarkan Upacara Pernikahan Adat Jawa yakni menutup Aurat seperti jarit batik panjang sebagaimana mestinya wanita yang berkepribadian ketimuran.
Etika dalam berperilaku terutama pada lawan jenis seperti yang diajarkan Upacara Pernikahan Adat JAwa. Lamaran atau peminangan yang mengutamakan restu dari kedua belah pihak orang tua, sehingga tak terjadi kesalah pahaman ataupun fitnah dari pihak luar.
BAB V
Kesimpulan
Ajaran Etika yang bisa diambil dari Upacara Pernikahan Adat Jawa sebenarnya sanagt banyak. Untuk penerapan Ajaran Etika dalam Upacara Pernikahan Adat Jawa sangatlah kompleks, apalagi untuk mengentas permasalahan westernisasi yang sedang dibangga-banggakan generasi muda pada umumnya.
Ajaran Etika yang terkandung dalam Upacara Pernikahan ADat Jawa mempunyqi relevansi terhadap perkembangan kehidupan generasi muda yang berkepribadian ketimuran. Ajaran Etika di pilih karena degradasi etika  generasi muda yang sudah terlalu jauh keluar dari koridor pribadi bangsa.





Daftar Pustaka
Sumarsono. 2007. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita.
Ayatrohaedi, 1985. Kepribadian Budaya Bangsa. Jakarta :Pustaka Jaya
Hadikusuma, Hilman. 1977. Hukum Perkawinan Adat dengan Adat Istiadat dan Upacara Adatnya. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti


Home Indutry Sampah




Hampir tiap hari orang membuang sampah. Bahkan sampah sudah menjadi gunung diberbagai kota besar. Ini menunjukkan kurang becusnya pemerintah dalam mengurus sampah. Dari sampah organic maupun anorganik. Apabila diperhatikan lagi, masyarakat juga berperan dalam peningkatan jumlah kadar sampah yang menggunung. Ternyata jika ditelusuri lebih lanjut, pemerintah juga telah berusaha maksimal untuk mengelola sampah dengan benar. Akan tetapi, lagi-lagi berbenturan dengan realita mengenai sampah yang seolah tak ada habisnya. Hal yang paling menarik dari sampah ialah, siapa pelaku yang paling berperan dalam pengelolaan sampah, bahaya sampah, dan juga hasil dari sampah.
            Pelaku utama dalam pengelolaan sampah ialah pemulung. Para pemulung sangatlah membantu dalam masalah sampah di negri ini. Mereka kumpulkan sampah-sampah yang menurut kita tak layak, tapi bagi mereka sampah merupakan rezeki yang diberikan tuhan untuk mereka kumpulkan. Jakarta tanpa pemulung apa jadinya? Sampah sudah banyak yang dipungut pemulung tiap harinya, itu saja belum bisa menyelesaikan problem sampah dijakarta, apalagi pemulung sampai diusir dari Jakarta, bukan gunung sampah lagi yang ada melainkan benua sampah nimbrung dijakarta. Selanjutnya pasukan kuning, atau biasa dipanggil petugas kebersihan peran mereka juga penting, karena tanpa mereka pengelolaan di TPA(tempat pembuangan akhir) bukan taman pendidikan Al-Qur’an, tidak munkin berjalan karena lewat pasukan inilah pemerintah berperan dalam mengatasi problem sampah.
            Bahaya sampah sangatlah terasa, misalnya dalam masalah pengairan, kebersihan tentunya, pencemaran air, pencemaran udara, dan juga reaksi kimia yang mencemari tanah. Meskipun kita sebagai manusia yang tak luput dari peran sebagai produsen sampah, namun kita juga sebenarnya sudah mengoptimalkan untuk berperan dalam pengelolaan sampah, dengan cara membuang sampah pada tempatnya. Pencemaran-pencemaran dan reksi kimia yang timbul pada sampah, sangat berbahaya pada kelangsungan hidup manusia, seperti lahan pertanian yang tercemar reaksi kimia sampah, kandungan tanahnya menjadi tidak sehat, dan tidak subur, sehingga mengurangi kadar gizi maupun produksi sayuran atau tumbuhan untuk proses keberlangsungan hidup kita sebagai manusia.
            Hasil  dari sampah sebenarnya sangatlah banyak, jika kita mampu mengolahnya dengan baik. Belanda, di Amsterdam letaknya mampu mengolah sampah menjadi tenaga listrik, yang mampu menanggung beban listrik 1% dari kebutuhan listrik nasional. Amerika mampu mengolah sampah menjadi semen yang digunakan untuk pembangunan negara. Jadi jika pemerintah Indonesia mengatakan sampah di negri ini tidak bisa diatasi, bukanlah jawaban yang tepat. Kenapa memberikan alasan jika mampu menemukan solusi seperti negara-negara tetangga.

            Sebenarnya sudah saatnya kita semua mengambil peran dalam pengelolaan sampah. Pemulung juga sebenarnya berpikir sebelum mengambil sampah, apakah bernilai jual atau tidak, jadi jika kita juga berpikiran seperti itu, agaknya akan mengurangi sedikit pencemaran dilingkungan kita terutama.  Akan ada banyak sekali perubahan yang terjadi jika kita semua sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh sampah. Sampah sebenarnya juga sangat mungkin dikembangkan untuk memiliki nilai jual di setiap2 rumah, juga memungkinkan jika pengolahan sampah dijadikan sebagai home industry, yang memproduksi handycraft atau energy yang bisa dimanfaatkan secara umum atau pribadi. Dikerjakan sebagai waktu luang ibu rumah tangga atau dijadikan hobbi untuk produk kerajinan. Sehingga secara tidak langsung mengurangi dampak dari bahaya sampah dan juga menambah sedikit pemasukan keluarga.